Top Bisnis Online

ad1

Iklan Gratis

Halaqah 44 ~ Muhammad adalah Penutup Para Nabi

Halaqah 44 ~ Muhammad adalah Penutup Para Nabi

📘 Kitab : Aqidah Ath-Thahawiyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Beliau mengatakan rahimahullah, masih mensifati tentang Nabiﷺ dan keyakinan-keyakinan yang harus ada pada diri seorang muslim

وانه ختم النبي وامم الاسكي

Dan sesungguhnya beliau ﷺ adalah penutup para Nabi

Selain keyakinan bahwasanya adalah seorang hamba, beliau adalah seorang Rasul adalah seorang Nabi dan juga meyakini tentang nama beliau maka diantara yang wajib kita yakini tentang diri Nabi Muhammad ﷺ, meyakini bahwasanya adalah khatam Al anbiya menutup para Nabi.

Khatam artinya adalah penutup, dalam bahasa Arab stempel itu bahasa arabnya adalah khatam, dan kita mengetahui bahwasanya stempel kapan di stempel sebuah kertas resmi terakhir kali kalau memang semuanya sudah dicek tidak ada yang salah maka di stempel itu adalah khatam,

وانه ختم النبي

Sesungguhnya beliau ﷺ adalah penutup para Nabi ini berdasarkan firman Allāh ﷻ dalam surat al-ahzab,

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ …۝.
[QS Al Ahzab 40]

Bukanlah Muhammad itu bapak salah seorang diantara laki-laki dewasa kalian karena anak-anak laki-laki Nabi ﷺ semuanya meninggal ketika mereka masih kecil, tidak ada di antara mereka yang hidup sampai dewasa, Abdullāh, Abul Qosim semuanya meninggal ketika masih kecil, Ibrahim anak Nabi ﷺ dari Mariah ini juga meninggal ketika masih kecil, yang hidup adalah putri² beliau, Zainab, Ruqoyah, Ummu Kulsum dan juga Fatimah mereka hidup sampai mereka dewasa bahkan semuanya masuk ke dalam agama Islam dan semuanya meninggal dunia sebelum Nabi ﷺ kecuali Fatimah radhiyallahu ta’ala anha,

وَلَٰكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

Akan tetapi beliau adalah seorang Rasulullah utusan Allah

وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

Dan beliau adalah penutup para Nabi.

Syahidnya di sini beliau adalah seorang Rasulullah dan beliau adalah penutup para Nabi ini dalil yang jelas bahwasanya beliau ﷺ adalah nabi yang terakhir, sehingga keyakinan Ahlussunnah wal jamaah dan seluruh kaum muslimnya bahwasanya beliau ﷺ adalah nabi yang terakhir tidak ada Nabi setelah beliau ﷺ sampai hari kiamat enggak ada lagi Nabi yang akan diutus oleh Allah, Nabi yang terakhir adalah Nabi Muhammad ﷺ.

Ini dikuatkan didalam hadits ketika Nabi ﷺ mengabarkan tentang adanya orang-orang yang akan mengaku menjadi Nabi, beliau ﷺ mengatakan,

لا تَقومُ السَّاعةُ حتى يعتي كَذَّابُونَ ثَلاثونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أنَّهُ نبيٌّ ، وأَنا خاتمُ النَّبيِّينَ لاَ نبيَّ بَعدي

Tidak akan datang hari kiamat sampai datang para pendusta yang jumlahnya ada 30

Nabi mengatakan kadzabun, orang yang sangat mendusta ini adalah derajat yang paling tinggi di dalam kedustaan jumlahnya ada 30, dan 30 di sini maksudnya adalah mereka yang sampai memiliki pengikut yang banyak Adapun kalau dihitung semuanya sampai yang tidak memiliki pengikut atau memiliki pengikut yang sedikit maka jumlahnya banyak dari sejak zaman dahulu seperti Al Aswad Al asyim , Musailamah Al kadzab sampai sekarang ini banyak di berbagai belahan dunia orang-orang yang mengaku menjadi Nabi termasuk di negara kita bahkan seorang wanita mengaku menjadi Nabi seorang guru agama mengaku menjadi Nabi

كَذَّابُونَ ثَلاثونَ

Para pendusta yang jumlahnya ada 30,

كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أنَّهُ نبيٌّ ،

Masing-masing dari mereka meyakini bahwasanya atau mengaku bahwasanya dirinya adalah seorang Nabi.

Maka ini adalah keduastaan yang besar seorang mungkin bohong di antara sesama manusia tapi kalau sudah bohong dan mengaku menjadi seorang Nabi setelah Nabi ﷺ, sehingga Musailamah Al kadzab, ketika disebutkan Musailamah langsung disebutkan Al kadzab, Musailamah Al kadzab karena dia adalah orang yang sangat pendusta sampai mengaku dirinya sebagai seorang Nabi.

Kemudian beliau ﷺ mengatakan,

وأَنا خاتمُ النَّبيِّينَ لاَ نبيَّ بَعدي

Dan aku adalah penutup para Nabi.

Penutup tidak ada Nabi setelaku

لاَ نبيَّ بَعدي

Tidak ada Nabi setelaku,

Mak ucapan Nabi ﷺ ini harus kita pegang tidak ada Nabi setelah Nabi ﷺ.

Kalau suatu saat ada yang mengaku menjadi Nabi maka langsung kita yakini dalam hati kita Dia adalah seorang pendusta, jangan sampai ada dalam hati kita keraguan kemudian mengatakan jangan-jangan ini adalah Nabi yang diutus setelah Nabi ﷺ, seorang muslim meyakini beliau adalah seorang Nabi yang terakhir, tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bahkan ini termasuk sesuatu yang maklum diketahui di dalam agama Islam, maklum minadiin bindarurat, diketahui oleh seorang muslim yang laki-laki maupun yang wanita yang kecil yang besar dari berbagai belahan dunia sesuatu yang darurat oleh seorang muslim adalah meyakini bahwasanya Nabi ﷺ adalah Nabi yang terakhir, bahkan di sana ada ijma barang siapa yang meyakini di sana ada Nabi setelah Nabi ﷺ maka dia telah keluar dari agama Islam dan di sana ada kelompok yang dinamakan dengan Ahmadiyah atau Al Khadaniyyah yang meyakini bahwasanya di sana ada Nabi setelah Nabi ﷺ maka ini adalah keyakinan yang bathil dan usaha untuk menghidupkan mereka dan meresmikan mereka dan mengakui keyakinan mereka adalah kebatilan ini bertentangan dengan dalil yang sangat jelas dari Al-Qur’an maupun Sunnah dan juga ijma tidak boleh kita meyakini dan tidak boleh kita mengakui keyakinan mereka.

Ada yang mengatakan bahwasanya yang di yang ditutup di sini adalah Nabi Adapun Rasul maka tidak ditutup ini termasuk subhat yang disebutkan oleh orang-orang Ahmadiyah Khadaniyyah yang menunjukkan kebatilan mereka, karena Nabi ini lebih umum daripada Rasul kalau kenabian ditutup otomatis ke kerasulan juga itu tutup, kalau tidak ada lagi setelah Nabi ﷺ berarti tidak ada Rasul setelah Nabi ﷺ, sehingga

وانه ختم النبي

Ini menunjukkan bahwasanya kerasulan sudah ditutup dan kenabian juga sudah ditutup.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى




Halaqah 65 ~ Siapa yang Tidak Menghindari Penafian dan Tasybih Maka akan Tergelincir

Halaqah 65 ~ Siapa yang Tidak Menghindari Penafian dan Tasybih Maka akan Tergelincir

📘 Kitab : Aqidah Ath-Thahawiyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Beliau mengatakan rahimahullāh,

وَمَنْ لَمْ يَتَوَقَّ النَّفْيَ وَالتَّشْبِيهَ زَلَّ

Dan barangsiapa yang tidak menjaga dirinya dari menafikan dan juga menyerupakan maka dia akan tergelincir.

Barangsiapa yang tidak menjaga dirinya dari 2 perkara ini maka dia akan tergelincir apa yang pertama?

√ menjaga diri dari menafikan, yaitu menta’til datang dalil yang berisi tentang sifat Allāh kemudian dia mengingkari dan sudah berlalu bahwasanya ta’til disini bisa ta’til kulliun (seluruhnya dia ta’til) baik nama maupun sifat Allāh, atau terkadang namanya ditetapkan tapi dia ingkari sifat Allāh atau terkadang nama dia ditetapkan sebagian sifat dia tetapkan, tapi sebagian sifat yang lain dia ta’til/ingkari, maka ini juga masuk An-Nafia, ada ta’tilunkuliun ada ta’tilunjuziun dan ini semuanya bertentangan dengan Firman Allāh azza wa jalla

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ

Wahai orang² yang beriman, berimanlah kalian kepada Allāh dan juga RasulNya.

Al imam Syafi’i mengatakan,

آمَنْتُ باللهِ، وبما جاء عن اللهِ على مُرادِ اللهِ، وآمَنتُ برَسولِ اللهِ وبما جاء عن رَسولِ اللهِ على مُرادِ رَسولِ اللهِ

Demikian seharusnya seorang muslim bukan malah menafi yaitu mengingkari, menta’til.

Barangsiapa yang tidak menjaga dirinya nafia maka dia akan zalla maka dia akan tergelincir masuk kedalam ta’til, masuk golongan muatillah, padahal Allah subhanahu wa ta’ala Dialah yang lebih tahu tentang DiriNya Rasulullāh ﷺ dialah yang lebih tahu tentang diri Allāh daripada kita bagaimana seseorang berani menafikan apa yang ditetapkan oleh Allāh dan juga RasulNya

وَالتَّشْبِيهَ

Dan Barangsiapa yang tidak menjaga dirinya dari tasbih yaitu menyerupakan Allāh dengan makhluk maka dia juga tergelincir, karena ini bertentangan dengan firman Allāh

… لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ

Tidak ada yang menyerupakan Allāh sesuatu apapun, kalau dia menyerupakan Allāh berarti dia bertentangan dengan ayat ini dan juga firman Allāh,

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Firman Allah

هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأمْثَالَ

Dan ayat² yang lain, ayat² tasbih yang isinya adalah mensucikan Allāh dari seluruh kekurangan dan tasbih
yaitu menyerupakan Allāh dengan makhluk ini adalah mensifati Allāh dengan sifat kekurangan, karena makhluk tempat kekurangan, kalau kita mensifati atau menyerupakan Allāh dengan makhluk berarti kita mensifati Allāh dengan sifat kekurangan, ini adalah penghinaan terhadap Allāh sehingga beliau mengatakan -زَلَّ- dia akan tergelincir baik yang mengingkari maupun orang yang menyerupakan, baik ta’til maupun tasbih , an-nafii ini keterlaluan karena dia mengingkari, mengingkari dengan maksud untuk menyucikan Allāh tasbih juga keterlaluan karena dia menetapkan, dia menetapkan bagi Allāh sifat tapi kebablasan, keterlaluan karena dia menetapkan dan selanjutnya dia menyerupakan sifat tersebut dengan sifat makhluk . Ahlussunnah wal jamaah mereka berada diantara keduanyan

نافع تنجه بلا تعطيل و إثبات بلا تشبيه

Muatillah ingin mentanjih tapi akhirnya dia menta’til musabihat mereka ingin menishbat akhirnya mereka menyerupakan, ini kesesatan dan penyimpangan adapun ahlussunnah wal jamaah maka Alhamdulillah mereka mentanjih / mensucikan Allāh tanpa harus mereka menta’til kita katakan Allāh subhanahu wa ta’ala tidak memiliki sifat kekurangan sedikit dan seluruh sifat Allāh yang Allāh kabarkan kepada kita adalah sifat kesempurnaan kita menyucikan Allāh di sini dari seluruh sifat kekurangan Allāh subhanahu wa taala memiliki sifat rahmah dan itu adalah Rahmah yang sempurna, Allāh subhanahu wa ta’ala memiliki sifat ilmu dan itu adalah ilmu yang sempurna, Alhamdulillah kita menyucikan Allāh tanpa kita menta’til & kita meng isbat kita menetapkan tanpa kita mentasbih kita tetapkan karena Allāh subhanahu wa taala memiliki pendengaran Allāh memiliki penglihatan dan itu semua tidak serupa dengan penglihatan dan pendengaran makhluk,

… لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

Jadi di sini beliau ingin membantah muatilah dan juga musabihat

ولم يصب التنزيه

Dan tidak mungkin dia akan sampai kepada penyucian yang sebenarnya.

Mensucikan Allah bukan dengan cara mentaatil seperti yang dilakukan oleh muatillah, mensucikan Allāh bukan dengan cara mentasbih karena orang-orang musabihat di antara alasan mereka loh kita kan harus menetapkan apa yang Allāh tetapkan kalau Allāh menetapkan dia beristiwa ya kita tetapkan istiwa dan yang kita tahu adalah istiwa makhluk berarti istiwa Allah sama dengan istiwa makhluk , ini baik muatillah maupun musabihat mereka tidak sampai kepada Tanzih yaitu mensucikan Allāh dengan sebenar-benar pensucian, cara untuk mentanjih disebutkan dalam firman Allāh

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ.

Tidak ada yang serupa dengan Allāh sedikitpun dan Dia adalah Dzat yang Maha mendengar lagi Maha Melihat.

Menetapkan tanpa kita menyerupakan, menetapkan sifat dan kita meyakini bahwasanya sifat tersebut tidak sama dengan sifat makhluk sedikitpun itu Tanzih yang benar

فَإِنَّ رَبَّنَا – جَلَّ وَعَلَا – مَوْصُوفٌ بِصِفَاتِ الْوَحْدَانِيَّةِ

karena sesungguhnya Rabb kita jala wa ala disifati dengan sifat-sifat keEsaan yaitu Maha Esa dalam hal apa Maha Esa dalam rububiyah, Maha Esa dalam nama dan juga sifat Allāh, Maha Esa dalam uluhiyah sebagaimana telah berlalu di awal kita ini, maka Allāh subhanahu wa ta’ala Dialah yang Maha Esa disifati dengan sifat-sifat keEsaan termasuk diantaranya adalah di dalam masalah nama dan juga sifat Allāh, Allāh subhanahu wa ta’ala Maha Esa di dalam nama dan juga sifatnya tidak ada yang serupa dengan

وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

Tidak ada yang serupa dengan Allāh seorangpun

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ
مَنْعُوتٌ بِنُعُوتِ الْفَرْدَانِيَّةِ،

Allāh subhanahu wa ta’ala man’ut (maknanya hampir sama dengan mausuf) ada naab ada was , man’utun disifati bil Utin fardaniyah (dengan sifat-sifat fardaniyah) Al fardinayah maknanya hampir sama dengan wahdaniyah disifati dengan sifat² keEsaan ini menguatkan saja apa yang disebutkan sebelum jadi kalau Allah subhanahu wa taala disifati dengan sifat-sifat keEsaan maka tidak boleh menta’til dan juga tidak boleh mentasbih

لَيْسَ فِي مَعْنَاهُ أَحَدٌ مِنَ الْبَرِيَّةِ

yaitu tidak ada di antara makhlukNya yang bersifat dengan sifat-sifat Allāh

لَيْسَ فِي مَعْنَاهُ أَحَدٌ مِنَ الْبَرِيَّةِ

Tidak ada seorang bariyyah pun seorang makhluk yang serupa dengan Allāh subhanahu wa ta’ala ini jadi juga menguatkan pernyataan beliau sebelumnya, intinya di dalam ini dalam paragraf ini ingin menyampaikan kepada kita tentang wahdaniyatullah di dalam masalah namun ada juga sifatnya.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى




Halaqah 64 ~ Tidak Benar Keimanan tentang Rukyatullah bagi Sesiapa yang Membayangkan dengan Keraguan dan Mentakwil dengan Akal

Halaqah 64 ~ Tidak Benar Keimanan tentang Rukyatullah bagi Sesiapa yang Membayangkan dengan Keraguan dan Mentakwil dengan Akal

📘 Kitab : Aqidah Ath-Thahawiyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Masih pembicaranya tentang masalah Ar Rukyat, beliau mengatakan rahimahullāh,

وَلَا يَصِحُّ الْإِيمَانُ بِالرُّؤْيَةِ لِأَهْلِ دَارِ السَّلَامِ لِمَنِ اعْتَبَرَهَا مِنْهُمْ بِوَهْمٍ، أَوْ تَأَوَّلَهَا بِفَهْمٍ، إِذْ كَانَ تَأْوِيلُ الرُّؤْيَةِ وَتَأْوِيلُ كُلِّ مَعْنًى يُضَافُ إِلَى الرُّبُوبِيَّةِ بِتَرْكِ التَّأْوِيلِ، وَلُزُوم التَّسْلِيمِ، وَعَلَيْهِ دِينُ الْمُسْلِمِينَ

Beliau mengatakan, dan tidak sah tidak shahih tidak benar keimanan dengan adanya Rukyat yaitu rukyatullah Yaumal Qiyamah bagi para penduduk surga.

Darussalam ini adalah nama lain dari Surga, Allāh subhanahu wa ta’ala mengatakan
لَهُمْ دَارُ السَّلامِ عِنْدَ رَبِّهِمْ
Dar Assalam artinya adalah negeri keselamatan, surga adalah negeri keselamatan tidak ada di sana kesusahan sedikitpun enggak ada orang yang sakit tidak ada orang yang capek tidak ada orang yang mengeluarkan kotoran semuanya adalah kenikmatan semuanya adalah kebaikan tidak benar keimanan terhadap rukyah yaitu melihatnya penduduk surga kepada Allāh subhanahu wa ta’ala di hari kiamat

لمن اعتبرها منهم بوهم

Siapa yang tidak sah keimanannya bagi orang yang menganggap bahwasanya ruqyah ini adalah wahm/khayalan saja, Ahlu Sunnah mengatakan bahwasanya Rukyat ini adalah Haq dan tidak sah keimanan seseorang yang mengingkari rukyat dan mengatakan bahwasanya itu hanyalah khayalan saya persangkaan saja

أَوْ تَأَوَّلَهَا بِفَهْمٍ

Atau dia mentakwilnya, yang pertama dia menolak mentah-mentah itu yang kedua mengatakan ia melihat tapi dimaknai dan ditakwilkan demikian dan demikian, melihat tapi dengan mata hatinya, jadi ada yang mengikari benar-benar rukyatullah Yaumal Qiyamah dan ada diantara mereka yang mengingkari tapi dengan cara yang halus yaitu dengan cara mentakwilnya.

Tidak benar keimanan yang seperti itu tidak benar, kalau memang kita adalah orang yang beriman maka seharusnya apa yang datang dari Allāh dan juga RasulNya ini kita harus menerima dan kita harus berserah diri itu yang harusnya ada di dalam diri seseorang muslim dan juga muslim

۞وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ
۞إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

۞ كَلَّا إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ

۞ لِّلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ
إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كما ترون هذا القمر لَيْلَةَ البَدْرِ
لا تُضَامُونَ في رُؤْيَتِهِ

Maka harus Istislam /benar-benar menyerahkan diri oleh orang-orang

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا

Allāh subhanahu wa ta’ala nafikan keimanan dari seseorang sampai dia menjadikan Nabi ﷺ sebagai hakim yang memberikan keputusan kemudian dia tidak menemukan di dalam dirinya rasa berat terhadap apa yang sudah diputuskan oleh Nabi ﷺ dan dia berserah diri kepada Allāh dengan sebenar-benar penyerahan diri,

إِذْ كَانَ تَأْوِيلُ الرُّؤْيَةِ وَتَأْوِيلُ كُلِّ مَعْنًى يُضَافُ إِلَى الرُّبُوبِيَّةِ

kenapa tidak dibenarkan yang demikian?
Karena mentakwil rukyatullah dan bukan hanya mentakwil rukyatullah, mentakwil seluruh makna Allahualam disini adalah mentakwil seluruh sifat yang disandarkan kepada rububiyah Allāh , mentakwil rukyat atau dia mentakwil seluruh makna yang disandarkan kepada Allāh, mentakwil sifat yang disandarkan kepada Allāh,

بِتَرْكِ التَّأْوِيلِ، وَلُزُوم التَّسْلِيمِ، وَعَلَيْهِ دِينُ الْمُسْلِمِينَ

Ini adalah meninggalkan takwil dan berpegang teguh dengan menyerahkan diri dan di atasnya agama Al mursali, di atasnya agama seluruh para Rasul.

Jadi cara memanai rukyat ini maksudnya,

إِذْ كَانَ تَأْوِيلُ الرُّؤْيَةِ وَتَأْوِيلُ كُلِّ مَعْنًى يُضَافُ إِلَى الرُّبُوبِيَّةِ

karena cara memaknai takwil atau menafsirkan cara memahami cara memahami ruqyat dan seluruh sifat yang disalurkan kepada Allāh itu bagaimana? caranya dengan cara meninggalkan takwil, maksudnya adalah takwil yang dipahami oleh orang-orang ahlul kalam, jadi perlu dibedakan di sini takwil yang pertama

إِذْ كَانَ تَأْوِيلُ الرُّؤْيَةِ

dengan takwil yang ada pada ucapan beliau

بِتَرْكِ التَّأْوِيلِ

Takwil di sini adalah takwil yang dipahami oleh ahlul kalam yaitu memalingkan sebuah kalimat dari maknanya yang shahih kepada makna yang lain, seperti Al istiwa ditakwil dengan istila, ini maksudnya jadi cara untuk memahami cara untuk memaknai melihat Allāh dan juga cara untuk memahami seluruh sifat yang disandarkan kepada Allāh adalah dengan cara meninggalkan takwil yang tercela yang menjadi kebiasaan orang-orang ahlu Kalam,

وَلُزُوم التَّسْلِيمِ

Caranya adalah dengan melazimi, berpegang teguh dengan Al Taslim /penyerahan diri , takwil ini berarti belum menyerahkan masih mengutak-atik mencari-cari adapun berpegang teguh dengan menyerahkan diri itu menerima dengan seluruh dalil yang sampai kepada kita menerima dalil yang di dalamnya ada penyebutan sifat Allāh & meyakini bahwasanya sifat-sifat Allāh tidak sama dengan sifat-sifat makhluk.

Ini adalah termasuk penyerahan diri jadi kalau kita perhatikan maka ahlussunnah wal jamaah mereka adalah orang-orang yang benar-benar menyerahkan diri kepada Allāh berbeda dengan ahlul kalam

وَعَلَيْهِ دِينُ الْمُسْلِمِينَ

Dan di atasnya lah agama seluruh para Rasul yang telah diutus oleh Allāh subhanahu wa Ta’Ala kepada manusia maka agama mereka adalah satu yaitu apa Al Islam, apa makna Islam? penyerahan diri

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ

Sesungguhnya agama di sisi Allāh adalah Islam

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
[QS Al Imran 85]

Dan barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam maka tidak diterima darinya dan diakhirat dia termasuk orang² yang merugi.

Yaitu adalah agama para Rasul agama Islam

الأنبياءُ إخوَةٌ لعَلَّاتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

Para Nabi mereka adalah saudara ibu-ibu mereka berbeda tapi agama mereka satu yaitu Islam.

Apa makna Islam Islam artinya adalah menyerahkan diri, jadi termasuk penyerahan diri kita termasuk konsekuensi dari keislaman kita adalah menerima seluruh apa yang datang dari Allāh dan juga RasulNya termasuk diantaranya adalah penyebutan sifat-sifat Allāh kemudian juga tentang rukyatullah Yaumal Qiyamah

وَعَلَيْهِ دِينُ الْمُسْلِمِينَ،

Berarti di sini ada penguatan kembali tentang keharusan beriman dengan rukyatullāh.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى




Halaqah 63 ~ Pijakan Keislaman Seorang Muslim Tidak Akan Kokoh Kecuali dengan Taslim dan Istislam

Halaqah 63 ~ Pijakan Keislaman Seorang Muslim Tidak Akan Kokoh Kecuali dengan Taslim dan Istislam

📘 Kitab : Aqidah Ath-Thahawiyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Beliau mengatakan rahimahullāh,

ولا تثبت قدم الإسلام إلا على ظهر التسليم والاستسلام

Dan seseorang tidak kuat tidak tetap kakinya di dalam Islam kecuali apabila dia berdiri di atas punggung penyerahan diri,

Taslim wa Istislam maknanya sama maksudnya adalah seorang tidak kuat keislamannya sampai dia benar-benar menyerahkan diri termasuk diantaranya dengan masalah akidah didalam masalah rukyatullāh , didalam masalah Kalamullah, mari kita sama-sama menyerahkan diri kepada Allāh apa yang Allāh kabarkan yang kita imani apa yang dikabarkan oleh Rasulullāh ﷺ kita imani sebagaimana datangnya,

فمن رام علم ما حُظر عنه علمه ولم يقنع بالتسليم فهمه؛ حجبه مرامه عن خالص التوحيد وصافي المعرفة وصحيح الإيمان

Maka barangsiapa yang berusaha untuk mengetahui apa yang dilarang untuk diketahui tentang masalah sifat-sifat Allāh subhanahu wa ta’ala, ini tidak mungkin kita mengetahui kecuali dengan wahyu, apabila seseorang ingin memahami sifat-sifat Allāh subhanahu wa ta’ala dengan akalnya maka ini adalah sesuatu yang dilarang yang demikian, kalau kita memang ingin mengenal Allāh tentang sifat-sifat Allāh maka kita harus mengenalnya dengan jalannya yaitu dengan Al-Qur’an dengan hadist dengan pemahaman para shahabat radhiyallahu taala anhum adapun seseorang yang dengan sombongnya dia ingin mengenal dengan akalnya kalau sampai datang Al-Qur’an dan hadits berbeda dengan akalnya maka dia tolak dalil tersebut atau takwil

ولم يقنع بالتسليم فهمه؛

Dan dia tidak Qonaah pemahamannya tidak merasa cukup pemahamannya dengan menyerahkan diri kepada dalil tapi dia lebih qana’ah dengan akalnya sesuai dengan akal baru qonaah tapi kalau tidak sesuai dengan akal ya ditolak yaitu ucapan Mua’tazilah, bagaimana kita bisa melihat Allāh padahal Allāh subhanahu wa ta’ala tidak memiliki arah kalau kita melihat berarti Allāh memiliki arah,

حجبه مرامه عن خالص التوحيد

Kalau demikian keadaannya seseorang dalam beragama tidak menyerahkan diri kepada Allāh didalam pemahaman juga tidak menyerahkan diri, akalnya tidak Taslim maka apa yang dia dapatkan itu akan menghalanginya dari tauhid yang murni apa yang dia dapatkan yang terjadi setelah itu akan menghalangi dia dari tauhid yang murni, dia tidak akan mendapatkan tauhid yang terhalangi dengan sebelumnya mengikuti hawa nafsu dengan sebab dia mendahulukan akalnya adapun ahlussunnah ketika mereka benar-benar menyerahkan diri kepada Allāh memahami Al-Qur’an dan hadits dengan pemahaman yang benar maka mereka akan mendapatkan tauhidul qols mereka akan mendapatkan tauhid yang murni dalam masalah rububiyah dengan masalah uluhiyah dengan masalah nama dan juga sifat Allāh benar-benar akan lurus akan benar pemahaman mereka tapi kalau mereka mendahulukan akal maka mereka akan terhalangi memahami tauhid ini dengan tauhid yang benar, mereka akan terhalang dari kemurnian tauhid pasti di sana ada khalal pasti di sana ada kekurangan di dalam tauhidnya ya dengan masalah nama dan juga sifat Allāh dengan masalah rububiyah Allāh dalam masalah uluhiyah Allāh ,coba ketika mereka memahami tauhid yang dibawa oleh para Nabi dan juga para Rasul intinya adalah tauhid rububiyah, seseorang dinamakan bertauhid kalau dia mengenal Allāh dengan hatinya akhirnya orang yang melakukan kesyirikan di dalam masalah tauhidul uluhiyah dimata mereka adalah sesuatu yang sangat tidak masalah mau bertawasul dengan orang yang meninggal mau bertawasul dengan Nabi Muhammad ﷺ tidak masalah yang penting dia tahu bahwasanya Allāh itu ada, yang penting yang meyakini bahwasanya Allāh itu yang mencipta, bagaimana dia bisa mendapatkan tauhid yang murni kalau dia masih mengagungkan akalnya di atas Al-Qur’an dan juga hadits,

وصافي المعرفة

Demikian pula akan menghalangi dia dari mengenal Allāh dengan pengenalan yang shafi/ pengenalan yang bersih kalau dia mengenal Allāh pasti di sana ada kotorannya ada kekurangannya sebabnya adalah karena dia tidak kembali kepada Dalil dan menyerahkan diri kepada dalil masih ada di sana hawa nafsu dan juga kesombongan, seandainya mereka mengenal Allāh hanya mengenal Allāh dengan pengenalan yang sangat kurang, mengenal Allah sebagai pencipta mengenal Allah sebagai pemberi rezeki tapi didalam masalah Al Uluhiyah mereka sangat kurang

وصحيح الإيمان،

Dan akan menghalangi mereka dari keimanan yang benar.

فيتذبذب بين الكفر والإيمان،

Akibatnya mereka berada di antara kekufuran dan juga keimanan di antara kekufuran, antara iman dan kufur ada sebagian yang mereka yang mereka shahih mereka imani mereka beriman dengan rububiyah mereka secara umum mentanzih menyucikan Allāh tapi mereka terjatuh juga di dalam kesalahan yaitu sampai mengingkari sifat Allāh ingin dia menyucikan Allāh tapi dia mengingkari istiwa dia mengingkari rukyatullah mengingkari bahwasanya Al-Qur’an adalah kalamullāh dan bahwasanya dia bukan makhluk tapi disisi yang lain ada keimanan keimanan dengan Rasulullah betul beriman bahwasanya Allāh subhanahu wa ta’ala yang pencipta,

فيتذبذب بين الكفر والإيمان،

Antara keimanan dan juga kekufuran,

Iman dari satu sisi dia iman dari sisi yang lain dia kufur,

والتصديق والتكذيب،

Antara membenarkan dan juga mendustakan sebagian yang dia benarkan tapi ada sebagian yang lain yang dia dustakan dia takwil dia ingkari,

والإقرار والإنكار

Ada sesuatu yang dia benarkan/setujui ada sebagian yang lain dia ingkari

موسوساً تائهاً

Dalam keadaan dia memberikan was² kepada yang lain, membisiki kepada yang lain.

Berdakwah mengajak manusia untuk mengikuti keyakinannya, berdebat untuk mengajak manusia untuk mengikuti keyakinannya, ini adalah Ahlu Kalam yang memang mereka adalah kaum yang suka berdebat didalam agamanya, mereka taadzub tertipu dengan akal mereka,

موسوساً تائهاً

Dalam keadaan dia juga bingung.

Orang semakin belajar ilmu kalam semakin bingung sebagaimana ini diucapkan sendiri oleh tokoh mereka, mereka sudah mendatangi berbagai negeri/madrasah, semakin makin mendalami semakin mereka bingung didalam agamanya, sampa mereka berangan-angan seandainya mereka mati kelak seperti matinya orang² tua yang ada naisamud yg mereka berada diatas fitrah , ana seorang muslim apa yang Allāh katakan ana imani dan apa yang dikatakan Rasulullah ﷺ ana imani dan jalankan sampai meninggal dunia selesai, kita beriman sesuai yang diinginkan oleh, kita beriman sesuai Rasulullah ﷺ, ini selesai tidak ada keraguan/kebingungan didalam hati mereka, mereka selalu berkeinginan demikian seandainya aku mati sebagaimana matinya orang-orang tua di Naisamud (mereka diatas fitrah) karena sudah didalam ilmu Kalam susah untuk keluar darinya terlalu banyak subhat yang masuk didalamnya bahkan mau tidur pun terbawa, ketika dalam shalat terbawa subhat nya, dalam keadaan apapun terbawa subhat nya, sulit untuk menghilangkan sesuatu yang selalu bertahun² mereka pelajari. Alhamdulillah yang telah menyelamatkan diri demikian tidak sampai kita terbawa/tergiur untuk mempelajari ilmu Kalam ini, untuk mengenal Allāh kita tidak butuh dengan ilmu kalam

شاكًا جائظ

Dalam keadaan dia ragu-ragu

Itu keadaan ahlul kalam secara umum mereka didalam keraguan agamanya sehingga keraguan tadi nampak dari keinginan mereka untuk berdebat, adapun Ahlu Sunnah maka mereka berada diatas keyakinan tidak membutuhkan perdebatan orang² yang kebingungan tersebut , kita berada diatas keyakinan didalam agama kalau mereka ingin berdebat silahkan berdebat dengan orang-orang yang ragu adapun Ahlu Sunnah bukan orang² yang ragu,

Mereka dalam keadaan menyimpang

لا مؤمنًا مصدقًا

Mereka adalah orang yang ragu² bukan orang yang beriman dan membenarkan.

Didatangkan ayat dan hadits berbeda dengan Ahlu Sunnah mereka membenarkan beriman, adapun mereka maka senantiasa ada keraguan didalam hati mereka.

ولا جاحداً مكذباً

Dan mereka bukan orang yang menolak ataupun mendustakan. Artinya murni bukan seorang yang beriman dan bukan murni orang yang kafir, ini adalah keadaan ahlu bid’ah ada sebagian dari mereka imani/benarkan dan ada sebagian yang mereka ingkari dan takwil tapi tidak sampai kepada kekufuran.

Ini adalah sifat-sifat yang beliau sebutkan sifati orang² yang bingung didalam agamanya.

موسوساً تائهاً شاكاً لا مؤمناً مصدقاً، ولا جاحداً مكذباً..

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى




Halaqah 62 ~ Larangan Memahami Dalil tentang Rukyatullah dengan Takwil Menggunakan Akal dan Mereka-reka dengan Hawa Nafsu

Halaqah 62 ~ Larangan Memahami Dalil tentang Rukyatullah dengan Takwil Menggunakan Akal dan Mereka-reka dengan Hawa Nafsu

📘 Kitab : Aqidah Ath-Thahawiyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Beliau mengatakan rahimahullāh,

لاَ نَدْخُلُ فِي ذَلِكَ مُتَأَوِلِينَ بِآرَائِنَا

Kita tidak masuk ke dalamnya dalam keadaan kita mentakwil dengan ro’yu²/ akal-akal kita.

Seseorang sudah memiliki keyakinan terlebih dahulu, kemudian ketika membaca firman Allāh,

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍۢ نَّاضِرَةٌ
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

Kemudian mengatakan, oh melihat disini maksudnya melihat dengan mata hati,

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ

Kalian akan melihat Rabb kalian,

Ini adalah melihat dengan mata hati bukan dengan mata, ini mentakwil dengan akalnya, padahal dalam bahasa Arab yang namanya nadhor setelah Illa itu berarti melihat dengan mata, kalau melihat dengan mata hati itu annadhorofi, ini mengikuti hawa nafsu dalam hadits tadi Nabi mengatakan dalam sebuah riwayat,

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ عَيانًا

Takiif bahwasanya melihat disini melihat dengan ain bukan dengan qolbu, Ahlu Sunnah bukan demikian sikapnya,

لاَ نَدْخُلُ فِي ذَلِكَ مُتَأَوِلِينَ بِآرَائِنَا

Mentakwil, mentafsir dengan pendapat² kita, kita kembali kepada apa yang diinginkan oleh Allāh dan juga RasulNya

وَلَا مُتَوَهِّمِينَ بِأَهْوَائِنَا

dan tidak boleh kita menyangka² dengan hawa nafsunya, artinya sudah ada hawa, sudah ada hawa nafsu yang sudah meyakini bahwasanya kita tidak akan melihat Allāh di hari kiamat, kemudian ketika dalil Al-Qur’an maupun hadits akhirnya dia berbicara dengan hawa nafsu ya hadits ini adalah hadits yang dhoif atau ayatnya maksudnya adalah demikian dan demikian, padahal tidak ada di sana dalil dia berbicara dengan kebodohan dia, mendhoifkan apa yang ada dalam shahih Muslim apa yang ada dalam sahih Bukhari karena mengikuti hawa nafsu, atau kalau dia punya ilmu sedikit pernah belajarnya dia menamakan itu sebagai ta’wil, mutaawina atau mutaawina bi ahwaina, kita tidak mengikuti hawa nafsu dan kita tidak mau takwil dengan pendapat-pendapat kita ini bukan sikap seorang ahli Sunnah wal jamaah, Ahlussunnah wal jamaah mereka berserah diri, beriman dengan Allāh dan juga RasulNya dan apa yang datang dari Allāh dan juga RasulNya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allāh dan juga RasulNya

فَإِنَّهُ مَا سَلِمَ فِي دِينِهِ إِلَّا مَنْ سَلَّمَ لِلَّهِ ﷻ،وَلِرَسُولِهِ ﷺ

Karena sesungguhnya tidak akan selamat di dalam agama ini, kecuali orang yang menyerahkan diri untuk Allāh dan juga untuk Rasul-nya, perhatikan ucapan beliau sesungguhnya tidak akan selamat agama seseorang kecuali apabila dia memiliki Taslim memiliki penyerahan diri untuk Allāh dan juga untuk Rasul-nya, beriman membenarkan Allāh dan juga RasulNya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allāh dan juga RasulNya baru akan selamat, seseorang hanya mengimani Al-Qur’an dan juga hadits tetapi maknanya dia takwil sendiri dia pahami sendiri maka ini tidak selamat, ini agamanya terkena musibah selama dia masih belum menyerahkan maknanya makna yang benar sesuai dengan kehendak Allāh dan juga RasulNya, dia masih mencari-cari mentakwil, mencari-cari maknanya & tidak ada di dalam dirinya taslim atau kurang taslimnya menyerahkan dirinya kepada Allāh maka ini adalah kekurangan dan juga musibah di dalam diri seseorang Allāh subhanahu wa ta’ala mengatakan,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
[QS An Nisa 65]

Maka Demi Rabb mu dan mereka tidak akan beriman, mereka mereka tidak dinamakan orang yang beriman sampai mereka menjadikan kamu wahai Muhammad sebagai hakim.

Mereka mengingkari rukyatullah kita jadikan Nabi Muhammad ﷺ sebagai Hakim, beliau memberikan keputusan apa yang beliau katakan, kita berselisih atau kita mengatakan tidak melihat Allāh, kami mengatakan kita akan melihat Allāh sekarang kita kembalikan apa kata Nabi ﷺ

حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ

Sampai mereka menjadikan engkau wahai Muhammad sebagai hakim didalam perselisihan,

ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا

Kemudian mereka tidak menemukan didalam diri mereka حَرَجًا
merasa berat, kalau masih ada beratnya ketika mendengar ucapan Nabi,

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ
وتعلَمونَ أنَّه لن يرى أحدٌ منكم ربَّه حتى يموتَ،

Berarti bada maut mereka akan melihat, kemudian mereka tidak menemukan di dalam diri mereka rasa berat dengan apa yang diputuskan oleh Nabi yang digambarkan oleh Nabi ﷺ,

ثُمَّ لَا يَجِدُوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا

Dan mereka menyerahkan diri dengan sebenar-benar penyerahan,

ini baru selamat tapi kalau masih ada rasa berat sebelumnya dia meyakini kita tidak akan melihat, kemudian mendengar hadits Nabi berat untuk meninggalkan keyakinannya dan kembali kepada apa dikabarkan oleh Nabi ﷺ maka tentunya adalah menunjukkan agamanya belum selamat , tentunya ini bukan hanya dalam masalah rukyatullāh , dalam permasalahan² yang lain secara umum kita harus memiliki Taslim ,

وَرَدَّ عِلْمَ مَا اشْتَبَهَ عَلَيْهِ إِلَى عَالِمِهِ،

Dan dia mengembalikan ilmu tentang sesuatu yang samar atasnya kepada yang mengetahui,

Dia mengembalikan sesuatu yang samar atasnya kepada yang mengetahui, Allāh subhanahu wa ta’ala Dialah yang lebih mengetahui

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ
إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

كَلَّا إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ
[QS Al Mutafifin15]

Allāh Yang lebih tahu tentang apa yang terjadi dihari kiamat, kenapa kita ragu² untuk mengatakan kita akan melihat Allāhdi hari kiamat, Allah lebih tahu tentang apa yang terjadi dihari kiamat dan Rasulullah ﷺ lebih tahu tentang apa yang terjadi disana daripada kita karena telah diwahyukan kepadanya, beliau telah mengabarkan kita akan melihat Allāh sebagaimana kita melihat bulan, maka selamat diri kita kalau kita kembalikan apa yang kita samar yang kita tidak tahu kepada yang mengetahui kita kembalikan kepada Allāh dan juga RasulNya selesai, jangan kita terus ngotot dengan hawa nafsu kita ini adalah jalan keselamatan di dalam agama seseorang.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى




Halaqah 61 ~ Memahami Hadits Tentang Rukyatullah Sesuai Dengan Yang Dipahami Rasulullah

Halaqah 61 ~ Memahami Hadits Tentang Rukyatullah Sesuai Dengan Yang Dipahami Rasulullah

📘 Kitab : Aqidah Ath-Thahawiyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Setelah beliau menyebut ayat maka beliau mengatakan,

وكل ما جاء في ذلك من الحديث الصحيح عن الرسول صلى الله عليه وسلم فهو كما قال،

Dan setiap yang datang didalam permasalahan ini yaitu didalam masalah rukyatullah,

من الحديث الصحيح عن الرسول اللهﷺ فهو كما قال

Berupa hadits yang shahih dari Nabi ﷺ maka itu seperti apa yang beliau ﷺ katakan,

Disana ada hadits² dari Nabi ﷺ yang menunjukkan tentang benarnya rukyatullah ﷻ , seperti misalnya hadist Jarir radhiyallahu taala anhu beliau menyebutkan

كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النبي اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ

Kami dalam keadaan duduk bersama Nabi ﷺ

إِذْ نَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ

Tiba² beliau melihat kepada bulan dimalam bulan purnama,

Kemudian beliau mengatakan

قَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القمر، لاَ تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ

Sesungguhnya kalian (orang² yang beriman secara umum) akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini,
Apa yang dimaksud sebagaimana melihat bulan ini?
maksudnya adalah,

، لاَ تُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ

Kalian tidak akan saling mendhalimi ketika melihat Allāh subhanahu wa ta’ala tidak saling mendhalimi, yaitu tidak saling menyikut/ tidak saling memukul satu dengan yang lain sebagaimana ketika kalian melihat bulan.

Kita ketika melihat bulan maka masing-masing berada di tempatnya yang tidak ada orang yang saling berperang karena sama-sama ingin melihat bulan seperti itulah kalian akan melihat Allāh subhanahu wa ta’ala dihari kiamat yaitu tidak akan saling mendhalimi satu dengan yang lain, masing-masing melihat Allāh ditempatnya,

عَلى الأرائِكِ يَنْظُرُونَ﴾ ﴿تَعْرِفُ في وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ

Dalam riwayat lain/atau dibaca

لَا تٓضَامونَ فِي رُؤْيَتِهِ

Kalian tidak saling berdesak-desakan di dalam melihat Allāh berarti < كَمَا > disini persamaan di sini adalah sama-sama tidak berdesak-desakan, sama-sama tidak saling mendholimi satu dengan yang lain,

إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ

kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini tidak saling menzalimi satu dengan yang lain.

Jadi yang ditashbih disini yang disamakan disini bukan yang dilihat bukan berarti menyamakan Allāh dengan bulan, tidak tapi yang disamakan disini adalah kaifiyati rukyat ,bagaimana melihat yaitu sama-sama tidak saling berdesak-desakan sama-sama tidak saling menzalimi satu dengan yang lain.

Dalam riwayat yang lain,

إنَّكم سترَوْن ربَّكم عَيانًا

Kalian akan melihat Allāh subhanahu wa ta’ala dalam keadaan < عَيانًا> yaitu dengan ain/mata kalian semakin menjelaskan makna ucapan beliau.

Dalam hadits Abu Hurairah,

Ada sebagian orang bertanya kepada Nabi ﷺ

يا رَسولَ اللَّهِ عن رَبَّنَا يَومَ القِيَامَةِ؟

Wahai Rasulullah apakah Kami akan melihat Allāh Rabb kami di hari kiamat,

ini adalah ucapan orang-orang yang rindu dan cinta kepada Allāh

apakah kami akan melihat Allah di hari kiamat, maka Nabi ﷺ mengatakan

هل تُضارّون في رؤية القمر ليلة البدر؟

Apakah kalian saling memudharoti ketika melihat bulan di malam bulan purnama,

قالوا: لا يا رَسولَ اللَّهِ

Mereka mengatakan tidak wahai Rasulullah

قال: هل تُضارّون في الشمس ليس دونها سحاب؟

Apakah kalian saling memudharoti dalam
Melihat matahari yang tidak ada di sana awan?

قالوا : لا يا رَسولَ اللَّهِ

Mereka mengatakan tidak wahai Rasulullah

فإنكم ترونه كذلك

Sesungguhnya kalian akan melihat Allāh demikian.

Yaitu tidak saling memudharoti satu dengan yang lain.

Berarti yang bisa kita ambil kita akan melihat Allāh dan kita tidak akan berdesak-desakan di dalam melihat Allāh bagaimanapun banyaknya orang-orang yang beriman bagaimanapun banyaknya ahlul Jannah mereka akan melihat Allāh subhanahu wa ta’ala dan tidak akan mendesak-desakan satu dengan yang lain. Ketika Nabi ﷺ mengingatkan tentang Dajjal, Dajjal mengaku sebagai Rabbul alamin maka Nabi ﷺ mengajarkan kepada umat Islam diantara hal yang membedakan antara Dajjal yang mengaku sebagai Rabbul alamin dengan Allāhu Rabbul alamin, apa yang membedakan?

kita tidak akan melihat Allāh kecuali setelah kita meninggal, yaitu di dalam surga, adapun kita dalam keadaan masih hidup kemudian ada orang yang mengaku sebagai rabbul alamin maka ini jelas Dajjal, ini adalah kadzab/pendusta,

Beliau ﷺ mengatakan,

وتعلَمونَ أنَّه لن يرى أحدٌ منكم ربَّه ﷻ حتى يموتَ،

Ketahuilah oleh kalian bahwasanya seseorang diantara kalian tidak akan melihat Allāh ﷻ sampai dia meninggal dunia.

Kalau kita masih dalam keadaan hidup di dunia kemudian ada yang mengaku dia adalah Rabbul’alamin maka itu jelas dusta, maka ini pentingnya kita belajar agama supaya kita selamat dari fitnah, lihat Nabi ﷺ ketika mengabarkan tentang akan adanya Dajjal bagaimana beliau mengajarkan kepada kita supaya kita selamat dari Dajjal, karena fitnahnya besar ketika Dajjal keluar itu manusia dalam keadaan musibah yang besar mereka dalam keadaan paceklik yang panjang enggak ada hujan, bagaimana manusia hidup tanpa adanya air, bagaimana mereka menanam kalau enggak ada hujan berarti enggak ada tanaman kalau nggak ada tanaman bagaimana mereka makan, ekonomi dalam keadaan sangat terperosok, keluar Dajjal dalam keadaan manusia membutuhkan dan sangat membutuhkan ditambah lagi Allāh subhanahu wa ta’ala menjadikan Dajjal tersebut ketika dia mengatakan,

Wahai bumi keluarkan apa yang ada pada dirimu, maka keluarlah tanaman wahai langit turunkan hujan maka turun hujan,

Manusia yang dalam keadaan mereka kelaparan dalam keadaan mereka kehausan melihat yang demikian tentunya sangat terpukau ketika Dajjal mengatakan aku adalah Rabbul alamin, banyak diantara mereka yang beriman dengan Dajjal terutama orang yang tidak belajar agama orang yang tidak mengenal Allāh adapun orang-orang yang beriman maka mereka terbekali dengan ilmu, oh dulu Nabi ﷺ sudah berpesan bagaimanapun dia dalam keadaan kekurangan tapi dia tahu Nabi ﷺ sudah mengatakan bahwasanya kita enggak mungkin melihat Allāh didunia ini kita akan melihat Allah kelak Surga, berarti ini bukan Allāh ini Dajjal, dengan sebab ilmu maka dia selamat karena dia mau belajar apa yang terjadi di dunia ini dan apa yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghadapi segala sesuatu yang terjadi di dunia ini Allāh subhanahu wa taala sudah bekali kita, di dalam Al-Qur’an semuanya, memang itu adalah petunjuk bagi manusia ,

هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ …

Maka orang yang mengarungi kehidupan dunia ini dan dia berpegang apa yang ada di dalam Al-Qur’an dia akan dengan selamat dengan mudah dia akan mengarungi kehidupan.

Itu adalah dalil-dalil dari sunnah Nabi ﷺ yang menunjukkan tentang kebenaran rukyatullah, maka sebagaimana yang beliau sebutkan setiap hadist² yang berbicara tentang masalah rukyatullāh dan itu adalah hadits yang shahih dari Rasulullah ﷺ, harus hadits yang shahih adapun hadits yang maudhu kita tidak memerlukan yang demikian, kalau itu adalah hadits yang shahih maka yang demikian adalah seperti yang diucapkan oleh Nabi maksudnya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Nabi kita pahami dengan bahasa Arab yang dengannya Nabi ﷺ berbicara kita pahami Dengan pemahaman para shahabat dengan pemahaman mereka telah direkomendasi oleh Nabi ﷺ,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah yang hidup di zaman ku yaitu para sahabat,

Berarti yang diinginkan oleh Nabi itulah disampaikan oleh para sahabat radhiyallahu taala sebagaimana kita memahami ayat sesuai dengan kehendak Allāh demikian pula kita memahami hadits sesuai dengan kehendak Nabi ﷺ untuk Rasulullah

أمانة بالرسول الله وبما جاء عن الرسول الله على مرضى رسول الله

Aku beriman dengan Rasulullah dan apa yang datang dari Rasulullah berupa hadits sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Rasulullah ﷺ,

Jangan kita memahami Dengan pemahaman lain,

فهوا كما قال

Maka itu seperti yang beliau sampaikan,

ومعناه على ما أراد،

Dan maknanya sesuai apa yang beliau kehendaki,

Kami beriman, kami tidak mendatangkan dari kehendak kami sendiri,

Oleh karenanya berhati² didalam memaknai sebuah ayat/hadits bukan hanya sekedar seseorang mendapatkan ayat/hadits tapi sudah sesuaikah pemahaman kita dengan apa yang diinginkan oleh Allāh dan juga RasulNya, kita kembali kepada bahasa Arab ( belajar bahasa Arab) kita kembali kepada pemahaman para salaf, kita menelaah ucapan para ulama Ahlu Sunnah wal jama’ah para mufasirin dari kalangan Ahlu Sunnah jama’ah, Ahlu hadits dari kalangan Ahlu Sunnah wal jama’ah,kita berusaha dalam memahami makna dari ayat dan juga hadits Nabi ﷺ.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى




Halaqah 60 ~ Memahami Ayat tentang Rukyatullah sesuai dengan yang Allah Kehendaki

Halaqah 60 ~ Memahami Ayat tentang Rukyatullah sesuai dengan yang Allah Kehendaki

📘 Kitab : Aqidah Ath-Thahawiyah


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن وله

Beliau mengatakan rahimahullāh

وتفسيره على ما أراده الرب وعلمه

Dan tafsirnya penjelasannya adalah sesuai dengan apa yang Allāh kehendaki dan apa yang Allāh ketahui.

Maksudnya adalah kita memahami ayat berdasarkan kehendak Allāh, jangan kita memahami hanya dengan akal kita sendiri, sudah kita sampaikan bahwasanya didalam bahasa Arab dan Al-Qur’an ini turun dengan bahasa Arab

بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ

Maka kita memahami Al-Qur’anul Karim ini dengan bahasa yang digunakan oleh Allāh, apa makna dari an النظر إلى, an nadhor ila maksudnya adalah melihat dengan mata dengan pandangan kita bukan melihat dengan hati karena melihat dengan hati itu bukan – النظر إلى – tapi – النظر فيه – jangan kita memahami dengan akal kita/hawa nafsu kita, kita memahami dengan bahasa yang digunakan oleh Allāh di dalam Al-Qur’an kemudian kita juga melihat tafsir Nabi ﷺ ketika beliau membaca firman Allāh

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

siapa yang paling mengetahui tentang makna dari firman Allāh daripada Nabi ﷺ, apakah kemudian kita menafsirkan dengan akal kita sendiri/hawa nafsu kita

وتفسيره على ما أراده الرب وعلمه

Kita mentafsir sesuai dengan apa yang Allāh kehendaki.

Dinukil dari Al imam Syafi’i rahimahullāh bahwasanya beliau mengatakan,

آمنت بالله، وبما جاء عن الله، وعلى مراد الله، وآمنت برسول الله، وبما جاء به رسول الله، وعلى مراد رسول الله

Al Imam Asy Syafi’i mengatakan demikian, Aku beriman dengan Allāh dan apa yang datang dari Allāh sesuai dengan apa yang Allāh kehendaki dan aku beriman dengan Rasulullāh ﷺ dan apa yang datang dari Rasulullah berupa hadits sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Rasulullāh ﷺ.

Di antara sebab kesesatan aliran yang sesat adalah sebab utamanya adalah karena mereka memahami Dengan pemahaman bukan dari yang dipahami oleh Allāh dan juga RasulNya bukan dengan apa yang diinginkan oleh Allāh dan juga rasul RasulNya, benar berdalil dengan ayat berdalil dengan hadits tapi bukan dengan apa yang Allāh inginkan dia bawa makna ayat dan juga hadits tersebut sesuai dengan keinginannya sesuai dengan hawa nafsunya dibawa kesana dan orang yang demikian keadaannya maka pasti di sana akan ada kontradiksi di sana ada pertentangan antara apa yang sedang dia bawakan dengan dalil-dalil yang lain, dan itu adalah sesuatu yang pasti karena dia beragama sesuai dengan hawa nafsu dan ini adalah keadaan ahlul tidaklah mereka berdalil dengan sebuah dalil kecuali ada di sana yang membatalkan dalil tersebut mereka mengambil dalil yang sesuai dengan hawa nafsunya dan meninggalkan dalil yang lain.

Ini yang ingin beliau tekankan di sini menafsirkan itu semuanya sesuai dengan apa yang Allāh kehendaki bukan sesuai dengan kehendak kita atau sesuai dengan kehendak guru kita tapi yang Allāh kehendaki.

وعلمه

dan apa yang Allāh ketahui.

Yaitu berdasarkan kaidah bahasa Arab, berdasarkan kaidah-kaidah tafsir berdasarkan atsar pada salaf yang mereka adalah orang-orang yang telah dipuji oleh Allāh subhanahu wa ta’ala tafsir para shahabat, para sahabat sudah dipuji oleh Allāh tentang agama mereka tentang pemahaman mereka tentang amal saleh mereka maka kita kembali kepada pemahaman para shahabat radhiyallahu ta’ala anhum.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqoh kali ini semoga bermanfaat dan sampai bertemu kembali pada halaqoh selanjutnya.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A حفظه لله تعالى




Chord dan Lirik

Ulasan Film

ad2

Keimanan dan Keyakinan

Olahan Makanan

Tempo Doeloe

Tips dan Trik

Explore Indonesia

Broker Kripto